Masyarakat NTB umumnya adalah petani. Namun, disayangkan luas areal garapan semakin tahun semakin berkurang karena pertambahan jumlah penduduk, kurangnya tambahan areal pertanian dan banyak lahan pertanian yang subur dijadikan pembangunan pusat2 pemerintahan maupun pemukiman. Celakanya, sistem irigasi pertanian juga sangat buruk sehingga banyak sekali areal persawahan yang tidak terairi irigasi sehingga hanya bisa panen -padi contohnya- sekali dalam setahun. Ditambah dengan semakin banyak perorangan maupun perusahaan yang menguasai lahan pertanian strategis masyarakat sehingga banyak masyarakat hanya sebagai penggarap saja.
Untuk meningkatkan taraf hidupnya banyak masyarakat pedesaan yang kemudian memilih menjadi TKI -terutama ke Malaysia- maupun yang menjadi TKW ke jazirah arab, Singapura, Malaysia hingga ke Hongkong. Keadaan ini sudah berlangsung puluhan tahun dan tidak ada tanda2 surut karena sangat sulitnya mencari lapangan pekerjaan yang memadai di kampung halamannya. Tingkat pendidikan yang masih sangat rendah dan tidak adanya ketrampilan kerja adalah 2 alasan utama banyaknya dari mereka hanya terserap sebagai buruh kasar di perkebunan sawit di semenanjung Malaysia maupun di Sumatra. Cerita ini mungkin akan berulang berpuluh tahun lagi karena belum banyaknya sektor tenaga kerja yang menyerap mereka. Perbaikan tingkat pendidikan dan ketrampilan merupakan keharusan karena beberapa peluang kerja mensyaratkan hal tersebut seperti bidang pariwisata, agro industri, pertambangan dan industri perikanan dan kelautan.
Ada beberapa komoditas yang menonjol yang diharapkan bisa memadai mendongkrak ekonomi masyarakat tapi sekaligus menjadi bumerang dalam jangka panjang. Tembakau misalnya. Industri rokok nasional sebagian besar ditopang oleh bagusnya panen tembakau virginia di daerah Lombok Timur. Tapi pengembangan tembakau sangat tidak ramah lingkungan, dan dalam jangka panjang pada akhirnya akan banyak merugikan masyarakatnya sendiri karena pengaruh terhadap kebiasaan merokok. Tidak bisa dipungkiri bahwa merokok merupakan hal yang biasa dilakukan di daerah produksi tembakau dan dillakukan dari sejak sangat dini.
Langkah pemerintah provinsi untuk mengembangkan sapi sebagai komoditas andalan dan budidaya rumput laut dan pelipatgandaan produksi jagung patut diapresiasi. Namun untuk mencapai angka 1 juta sapi yang dicanangkan masih sangat jauh karena baru tercapai setengahnya yaitu 616.649 ekor pada tahun 2010. Produksi jagung yang meningkat tidak diikuti dengan upaya pengembangan sektor hilir yang mempunyai nilai lebih dibanding hanya dijual dalam bentuk biji. Setahu saya hanya 1 produsen yang serius menggeluti hilirisasi produk unggulan seperti rumput laut dan jagung dengan membuatnya menjadi manisan atau dodol. Memang, efek lainnya juga terasa pada pengembangan sektor perikanan dan peternakan yang memerlukan lebih banyak pakan.
Pendidikan adalah hal yang tidak terlalu menggembirakan di provinsi NTB, terutama di pulau lombok. Angka lama sekolah baru 6.70 tahun, dan peningkatannya hanya sebesar 0.07 pertahunnya. Artinya akan butuh puluhan tahun untuk mencapai rata2 sekolah 9 tahun, seperti yang dicita2kan bahwa setiap orang minimal 9 tahun di bangku sekolah.
Angka kemiskinan juga masih tinggi yaitu 18.63 persen per maret 2012, meskipun telah turun sekitar 5% sejak tahun 2008. Penurunan ini bisa saja bersipat sementara karena dalam beberapa tahun ini memang sedang tingginya arus pembangunan infrastruktur sehingga penyediaan lahan pekerjaan bersifat sementara saja. Perlu ada peralihan yang besar dari sektor pertanian dan buruh menjadi sektor ekonomi kreatif dan jasa yang akan menyokong pertumbuhan di sektor pariwisata.